Yehaaw!
Apa kabar? Semoga kamu
yang lagi baca kabarnya baik-baik aja dan dalam keadaan bahagia sentosa!amiin.
Akhir-akhir ini ada berbagai hal yang masuk ke dalam pikiranku, dan rasanya
gatau kenapa sangat mengganggu. Kalau aku liat di socmed gejala-gejala yang aku
lagi hadapi ini ya yang banyak disebut sebagai quarter life crisis. Kayak ya lagi banyak masalah, pikiran dan
hal-hal yang terlalu dilema gitu deh, itu sih pemahamanku wkwk walaupun
sebenernya aku gatau pasti makna riil dari ujaran itu apa, tapi ya yaudah. Intinyaaa,
kali ini aku mau bahas salahsatu keadaan yang ada disekitarku yang orang-orang
banyak klasifikasikan sebagai bagian dari ya yang itu tadi, quarter life crisis.
Banyak orang bilang, makin
dewasa orang akan semakin kecil lingkup pergaulannya, namun bakalan lebih
hangat kedekatannya. Aku awalnya gak mikir gitu sih, ya temenan ya temenan aja,
makin dewasa aturan makin banyak kenalan, memperluas kekeluargaan, semakin
merasa dicintai orang-orang dan buka kesempatan berkembang baru dan ya makin
menjadi “orang” lah gitu, tapi ternyata aku ini masih bocah dan terlalu idealis
wkwk belum paham makna dari yang banyak orang bilang itu. Sampai akhirnya sekarang
aku paham.
Beberapa bulan yang lalu,
aku masih aku yang...aku?? wkwk yang masih sibuk di kampus dan ketemu banyak
orang, yang gapernah ngerasa sepi dan gak terlalu peduliin kualitas pertemanan.
Karena..aku selalu ngerasa khawatir untuk benar-benar ngebuka diri aku dan
nunjukkin yang aslinya aku tuh bagaimana ke oranglain, jadi ya banyak orang
yang kutemani tapi ya hanya teman aja gitu. Terus kemudian ada seorang teman
yang bilang “Ran, aku udah gaada siapa-siapa. Aku gapunya temen lagi” serem banget
gak, kemudian dilanjutin dengan sejumlah kata-kata pelengkap yang memperkeruh
keadaan yang dia ceritain.
Pas itu, aku diem aja,
karena dalem hati “yakali..lu nya aja kali yang gitu? masa gaada temen sama
sekali? gamungkin!”. Aku kalo inget saat itu bener-bener langsung bersyukur,
karena ternyata sampe di saat itu aku masih punya banyak orang yang ada di
sekitar aku, peduli sama aku dan sayang banget sama aku, sampe-sampe aku bisa
mikir begitu saat dihadapkan dengan orang yang bicara demikian. Kayak, i should be more thankful.
Seiring berjalannya
waktu, dengan sejumlah situasi yang aku hadapi, masalah, ujian, jatuh, bangun, berjuang, bahagia dan tawa yang aku jalanin, tanpa aku sadari aku mulai bersikap sebagai
aku yang aslinya aku. Dalam keadaan bawah sadarku, aku cenderung mendekatkan
diri ke orang-orang yang bener-bener berharga untuk aku, yang aku pedulikan dan
peduli aku, yang selalu aku prioritaskan dan juga memprioritaskan aku. Begitu
juga sebaliknya, dan aku ngerasa lebih tegas aja dengan teritorial yang aku punya
sekarang.
Sebenernya ini bukan hal
yang aku maksudkan terjadi juga. Tapi tanpa disadari karena semakin berbedanya
tujuan dan pilihan hidup, berbagai kenyataan hidup yang di luar ekspektasi dan
sejumlah hal yang seperti nguji, siapa yang sebenernya ada sama kita. Ngebuat
kita jadi bertahan dengan orang-orang yang tetap ada tersebut. Ya walaupun
sebenernya cuma diri kita sendiri yang bener-bener tersisa. Hanya aja, Tuhan
baik banget kasihkan sejumlah orang disekitar kita yang rasanya sangaat
berharga, dan seperti tumpuan hidup kita.
Sepi ya ternyata? Kalau bisa
balik ke beberapa bulan yang lalu dan diminta untuk sebutin orang-orang yang dekat ada
di sekitarku rasanya jari tangan kaki gak cukup, tapi sekarang rasanya “siapa
lagi ya? segini aja gitu?”. Bukan berarti aku udah gak sayang, peduli dan
mengasihi semua orang yang ada di dalam pergaulanku, hanya aja diantara semua
yang aku kasihi, sekarang ada sejumlah “priority
list” yang punya ruang lebih besar di diri aku.
Sedih gitu? Hmm kadang-kadang
sedih juga dengan mengecilnya lingkup ini, karena yang melakukan minimizing circle bukan aku aja, tapi
semua orang, jadi kadang ada kalanya aku merasa, aku dibuang. Tapi disisi lain,
rasanya lebih nyaman dan tenang aja, karena dengan mereka yang ada, kerasa
lebih bareng dalam setiap kondisi aja. Lebih....tentrem gitu karena ada yang
bisa diandalkan dan yang aku tau bisa kupercaya, yaitu para manusia-manusia di “priority list” ku.
Kalau aku inget lagi
omongan temanku beberapa bulan lalu itu, dan kalau aja yang dihadapkan dia
adalah aku yang aku yang sudah paham ini, mungkin aku gaakan hanya diam pas dia
cerita itu, apalagi sampe mikir kayak yang sebelumnya..kayaknya reaksiku bakal
beda. Mungkin aku bisa lebih paham dan bisa merasakan yang dia maksud, saat semua
orang sibuk mengejar apa yang menjadi tujuan mereka masing-masing, saat semua
orang berpacu dengan pencapaian diri, dan disini aku tanpa dukungan siapa-siapa,
dan aku harus tetap bertahan. Maka tindakan untuk bicara demikian ke oranglain,
sangatlah berani.
Kalau aku yang aku yang
sudah paham seperti hari ini, kembali dihadapkan dengan yang demikian, aku bakal
ngerasa sangat berharga, sampai oranglain bisa mengadu perasaannya yang sedang carut
tersebut. Dan, mungkin aku akan bilang “kamu harus tau kalau kamu gak
benar-benar sendiri, sadari mereka yang selalu ada, yang selalu kamu prioritaskan. rangkul
lebih erat mereka, perjuangkan mereka, kasihi mereka. Ini bukan tentang jumlah,
tapi tentang kualitas yang mampu dijaga”.